Tuesday, November 18, 2008

Kisah dari Salalah: (17) Wadi Darbat dan Travertine Curtain

Sebelum melanjutkan perjalanan ke arah Timur, kami ingin melihat Wadi Darbat di arah pebukitan di seberang Khor Rori dulu. Untuk itu kami harus mengambil jalan kembali ke arah Salalah sedikit (k.l. 5 km) lalu belok kanan menuju pebukitan.

Jalan cukup menanjak. Ditengah jalan tidak kami temukan unta. Yang ada malah seekor sapi kurus sendirian menyeberang jalan. Kasihan - mungkin ia sakit - ditinggal rombongannya yang sehat2. Adakah ini suatu pengingat-ingat bahwa disuatu saat ketika tua nanti kita bisa saja berada sakit sendirian tanpa daya ?

Jalan terus mendaki dan di kursi belakang Bamby membaca buku panduan perjalanan Oman Off-road. Disitu disebutkan bahwa Wadi Darbat mempunyai dua wajah. Pada musim muson (Khareef) berkabut dan bisa berlumpur. Dimusim dingin sisanya bisa tampak subur ber oasis - dimana kawanan unta dan sapi berkeliaran.

Dengan hiking mendaki bukit sedikit, orang bisa menemukan gua kecil dengan stalaktit dan stalagmit nya. Dan bila cuaca terang, urang dapat menikmati pemandangan indah di arah lembah sekitar atau di arah pantai.

Namun ada catatan di buku tsb. bahwa danau kecil di Wadi Darbat tidaklah layak untuk berenanng. Diperingatkan untuk berhati-hati terhadap bilharziasis (cacing yang dapat menembus kulit dan tinggal dalam vena kandung kemih atau usus.

Peringatan di buku tentang cacing bilharziasis itu akhirnya menjadikan kami membatalkan kunjungan ke Wadi Darbat dan kami berputar balik menuruni bukit lagi. Padahal, setelah pulang ke Abu Dhabi, kami banyak menemui foto Wadi Darbat yang indah di website orang.

Dari atas bukit itu kami bisa memandang Khor Rori di pantai. Tampak jelas celah bukaan tempat kapal-kapal masuk ke pelabuhan dulu. Celah itu mirip dengan pintu masuk yang diapit oleh dua dinding alam raksasa.

Setelah balik ke Abu Dhabi, saya menemukan di internet, bahwa sebenarnya reruntuhan di Khor Rori sudah ditemukan oleh James Theodore Bent pada tahun 1895. Hanya saja, seperti ditulis dalam buku berjudul Southern Arabia, ia mengira bahwa nama benteng / pelabuhan kuno itu Abyssapolis, bukan Sumhuram. Pada chapter XXI buku tsb. Bent menjelaskan alasan perkiraannya:

"Leaving the harbour behind us we again approached the mountains, and, after journeying inland for about eight miles, we found the valley leading up to the mountains choked up by a most remarkable formation caused by the calcareous deposit of ages from a series of streams which precipitate themselves over a stupendous wall in feathery waterfalls."

"This abyss is perfectly sheer, and hung in fantastic confusion with stalactites. At its middle it is 550 feet in depth, and its greatest length is about a mile. It is quite one of the most magnificent natural phenomena I have ever seen, and suggestive of comparison with the calcareous deposits in New Zealand and Yellowstone Park; and to those who visited this harbour in ancient days it must have been a familiar object, so no wonder that when they went home and talked about it, the town near it was called the City of the Abyss, and Ptolemy, as was his wont, gave the spot a fresh appellative, just as he called the capital the Oracle of Artemis."

Jadi nama Abyssapolis diperoleh Bent dari Ptolomeus dan diperkirakannya bahwa nama itu berasal dari struktur abyss, yang sekarang sering disebut Travertine Curtain di 'dinding luar' Wadi Darbat. Menariknya, buku yang ditulis Bent bisa dibaca selengkapnya dan di down load gratis dari link INI. Peta-peta nya pun lengkap.

Kami terus meluncur turun untuk melihat Travertine Curtain yang fotonya di buku panduan cukup menarik. Untuk itu, setelah jalan turun itu sampai di jalan raya Salalah - Khor Rori, kami belok kanan (ke arah Salalah) sedikit, terus ke kanan lagi mendekati Wadi Darbat dari arah luar. Batuan bukit yang mengandung kapur coklat (calcareous) itu memang berbentuk aneh. Akibat erosi air bertahun-tahun terjadilah stalagtit tidak sempurna, sebelah luarnya licin seperti gorden (curtain).

Ada turis yang menulis sbb:

"Wadi Darbat, which gets huge amount of water during the monsoon, and will still be more green than most of the surrounding area, even in December. The main part of the wadi is up behind a huge dry waterfall that has formed a massive formation of dripping rocks - its called the travertine curtain and thats worth a look too"

Sayang hasil jepretan foto kami kurang tajam. Foto Travertine Curtain jepretan turis lain bisa dilihat DISINI atau DISITU.

(Bersambung)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home