Friday, September 12, 2008

Kisah dari Salalah: (10) Kota di balik kabut

Dari Thumrait kami meluncur di jalan yang merupakan satu2 nya jalan dari Oman Utara untuk memasuki Salalah.
Setelah 30 menit berjalan dari Thumrait, awan setengah gelap mulai tampak jauh di atas cakrawala. Dhofar mountains range nya sendiri tidak terlalu jelas terlihat.

Temperatur turun dengan cepat ke 27 C dan dashboard menunjukkan bahwa mobil perlahan-lahan naik ke ketinggian 740 m di atas muka laut.
Jalan terus mendaki ke Jabal Qara dan seperti tiba-tiba saja kami sudah berada di daerah berkabut, dimana ada pos pemeriksaan polisi. Disana mobil2 ngantri untuk diperiksa.
Saya parkir mobil dipinggir, lalu datang ke police officer di mobil nya untuk memperlihatkan surat2 yang diperlukan.
Rupanya mereka hanya perlu melihat SIM, STNK dan Paspor dan mencatatnya.
Kemungkinan, pemeriksaan ini hanya untuk mengetahui siapa saja yang masuk ke kota Salalah (yang dianggap strategis).
Berkas2 kami diperiksa sementara saya berdiri di luar mobil. Baju saya basah karena embun yang menitik.
Dari buku Dawn Over Oman, saya baca bahwa ketika Inggeris mundur dari Aden pada thn 1967, pengaruh komunis di wilayah ini tumbuh pesat di thn 1968.
Pengaruh tsb. merambat dari wilayah Yaman (PDRY) yang saat itu berorientasi sosialis dan menimbulkan pemberontakan di daerah Dhofar (Salalah) khususnya di daerah pegunungan sekeliling Salalah.
Baru thn. 1975, Dhofar War ini dapat diakhiri oleh Sultan Qaboos yang mulai berkuasa thn 1970.
Kabut tebal, jalan sempit dan berliku mengharuskan kami berjalan merayap.
Kadang-kadang harus selambat 10 km/jam. Bikin foto pun menjadi sulit, karena sulit mengambil fokus dan menjepretnya harus kejar2an waktu dengan penyapu kaca (wiper).
Jadi kadang diambil lah resiko dgn menghentikan wiper sebentar, meskipun saat itu saya harus lebih memelototkan mata karena pandangan segera terhalang oleh air keruh dikaca.
Maklum, debu di atas kap mobil ikut turun bersama air embun / hujan. Jarak pandang hanya 15-20 meter.
Untuk menghindari menabrak sapi yang suka menyeberang, saya lebih suka untuk sedapat mungkin meluncur di belakang mobil lain. Jarak saya jaga sekitar 10-15 meter, dan otot kaki siap untuk menginjak rem.
Lama-kelamaan jalan mulai terasa menurun. Setelah k.l.1 jam dari pos pemeriksaan, kabut mulai menipis dan kota Salalah mulai tampak.
Mobil memutari clock tower round about dan akhirnya masuk ke halaman Hotel Haffa House pk. 16.00.
Di hotel ini kami akan menginap untuk 6 malam. Bamby membantu menurunkan barang-barang, termasuk yang di kap mobil dan kami check in.
Setelah beristirahat, kami jalan kaki ke Lulu Supermarket (200 meter dari hotel).
Cukup surprise ketika kami melihat bangunan makam Nabi Umran (Imran) ditepi jalan.

(berlanjut)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home