Friday, August 29, 2008

Kisah dari Salalah: (4) Abu Dhabi - Al Ain - Perbatasan

Kota / pulau Abu Dhabi berbentuk memanjang
seperti kalajengking (scorpion).
Pantai Corniche berada di kepalanya yang lebar.
Area Marina Mall dan Area Mina (pelabuhan)
seolah menjadi capit-capit (claws) nya
Mobil kami meluncur di jalan nomor 30 yang membujur
sepanjang pulau dari pantai Corniche ke Jembatan
Musaffah, salah satu dari dua jembatan di ekor scorpion
yang merupakan penghubung ke main land.
Odometer A dan B yang di set ke nol sesaat sebelum berangkat
mulai menghitung km yang kami lalui (kelak Odometer A
, yg tidak dikotak-katik dijalan, menunjukkan angka 4188.9
saat kami kembali lagi ke Abu Dhabi 13 hari kemudian).
Masjid Zayed berada di sebelah kiri sebelum jembatan
Musaffah kami lalui. Masih terbayang orang membacakan
ayat-ayat Al Qur'an bergantian 24 jam sehari di mausoleum
Sheikh Zayed (Emir Abu Dhabi dan presiden pertama UAE)
di komplek mesjid megah itu.
Almarhum juga dido'akan diakhir khotbah jum'at di mesjid
mesjid Abu Dhabi.
Adakah yang tidak ingin di doakan orang banyak terus
menerus setelah wafat ?
Lebih jauh dikiri, terlihat jembatan Maqta yang biasanya
dilalui orang kalau mau ke arah Dubai. Dekat Maqta bridge
ada area Umm An Nar, tempat ditemukannya sisa
peninggalan civilization 1800-2200 thn SM. Para arkeolog
menyebut civilization ini Umm An Nar culture,
yang ternyata ada hubungannya dengan temuan
arkeoleogi di Oman Selatan
Kami stop sebentar di ADNOC station Mie Kocok.
Saya memeriksa bagage rack, apakah tetap kencang di posisinya
(Bamby sempat ngeledek. Tahu kalau saya masih cemas
kehilangan pakaian dalam dan kaos kaki penghangat
kalau bagage rack itu lepas).
Esther menyebut ADNOC station ini dengan
station Mie Kocok. Karena masih ada ruang ber AC
yang luas disitu. Belum ada yang menyewa dan
tampaknya ideal untuk jualan mie kocok ....
Tidak sampai 2 jam kami mencapai Al Ain,
kota dimana Sheikh Zayed alm. dibesarkan
sebagai semacam the Prince of Al Ain
sebelum kemudian mengambil alih kekuasaan
dari Sheikh Shakhbut (kakak nya) sebagai Emir Abu Dhabi
di tahun 1966.
Dulu Sheikh Zayed muda perlu beberapa hari untuk menempuh
jarak Abu Dhabi - Al Ain dengan unta.
Konon baru ada orang yg menetap setahun penuh di pulau
Abu Dhabi di tahun 1940 an. Sebelumnya
orang tinggal di pulau itu musim dingin saja,
untuk mencari penghasilan dari penyelaman mutiara
(pearling). Di musim panas orang ngungsi ke Al Ain yang
lebih sejuk. Sekarang kami menuju ke Salalah
dengan tujuan yang mirip.
Ada lebih dari satu alternatif jalan untuk menyeberang
ke Oman dari kota Al Ain. Di thn 2006,
kami lewat pos perbatasan di Buraimi / Al Jimmi karena
hendak menuju Muscat via Sohar (menyusur pantai
Samudera India / Indonesia).
Kali ini kami melalui pos perbatasan di Selatan Al Ain
, dekat Mezyat (dibelakang Jebel Hafeet
/ Green Mubazarah). Koordinat Mezyat sudah di set di GPS,
sesuai hasil survey di Google Earth sebelum berangkat.
Supaya lebih jelas, silakan zoom (dan kotak-katik) map kecil di link
Di pos UAE, petugas mengingatkan bahwa Bamby tdk akan
bisa masuk UAE lagi karena visanya single entry.
Kami jelaskan bahwa Bamby sudah punya ticket pesawat
Muscat - Doha. Dan alhamdulillah, urusan selanjutnya lancar
karena kami bertiga sdh mengantongi Visa Oman dari
di Oman Embassy.
Bamby sempat ngobrol dgn English logat Arab Gulf dgn nona
petugas kios informasi di gedung perbatasan Oman. Hasilnya,
kami memperoleh peta Oman dan Salalah yang cukup
detail. Gratis.
Petugas clearance meloloskan kami dengan ramah:
Welcome to Oman ...........
(bersambung ......)

PS :
Memang ada beberapa item yang terlewat
dalam 'check list' di bingkisan sebelumnya.
A.l. Sajadah, mukena dan kompas shalat
(yg sdh ngumpul di ransel kipling Esther).
Dongkrak mobil dll (yg sdh ada di mobil).
Yang lupa terbawa malah dongkrak gigi
(yg bisa jadi vital bila gigi selilitan saat sedang
nikmat makan sambil gelar tikar).
Juga ada ralat, jalan keluar Abu Dhabi menuju Al Ain
adalah ke arah Timur (bukan Barat).

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home