Friday, August 29, 2008

Kisah dari Salalah: (5) Menuju Nizwa

Memasuki negeri orang selalu menimbulkan excitement tersendiri.
Apalagi bila melalui jalan yang belum pernah dilalui sebelumnya,
seperti perjalanan kami kali ini.
Niat menulis catatan perjalanan ini sedikit banyak diilhami
kisah pengembara muslim abad 14, Ibnu Batuttah (IB), yang
terrekam dalam buku Ar Rihlah (The Journey).
Selama hampir 30 thn, IB melakukan perjalanan sejauh 117,000 km,
melebihi pendahulu (predecessor) nya Marco Polo.
Ia memulai perjalanannya dari Maroko,
mengunjungi berbagai tempat di Afrika Utara, Afrika Barat,
Eropa Selatan, Eropa Timur, hingga Timur Tengah, anak benua India,
Asia Tengah, Asia Tenggara (termasuk Sumatera) dan Cina.
Dalam versi Inggerisnya (The Travels of Ibnu Batuttah), gaya kata2 IB
terungkap seperti contoh berikut:
.....................after twenty five days we reached the Island of Al Jawa
(Sumatera), from which Jawi incense (pewangi) takes it's name. We
saw it at a half a day's sail. It is green and very well wooded.
We landed at the port, where the vice-admiral wrote the sultan informing
him of my arrival. The notables then came out and brought a horse from
the sultan's stables and we entered the sultan's capital, the city of
Sumutrah , a fine big city with wooden walls and towers.
Account of the Sultan of Al Jawa: He is Sultan Al Malik Al Zahir,
one of the noblest and the most generous of kings. A shafi'i in rite and
a lover of jurists, who come to his audiences for the recitation of the
Qur'an and for discussions.
Penulis versi bhs Inggeris ini (Tim Mackintosh - Smith)
memperkirakan bahwa IB bertemu dg. Sultan Ahmad Al Malik Al Zahir
yg berkuasa thn 1326-1360 M di kota Samudra (Pasai?), yang kemudian
namanya menjadi cikal bakal nama pulau Sumatera.
Tidak mungkin kami disambut sultan seperti IB di Sumatra.
Jadi untuk 'mengenal' Oman saya membaca
beberapa buku a.l. Dawn Over Oman tulisan Pauline Searle.
Sultan Qaboos memerintah mulai thn.
1970 dan mengganti nama negeri ini dari
'Muscat and Oman' menjadi 'Sultanate of Oman'.
Sebelumnya, wilayah yang disebut dengan 'Oman'
hanyalah wilayah sekitar Salalah (Dhofar Governorate).
Cukup manarik bahwa di thn. 1840 kapal 'Sultanah'
milik Sultan Sayyid Said bin Al Bu Said dari Muscat
sudah memasuki pelabuhan New York, membawa misi diplomatik
dan perdagangan. Sedangkan di jaman itu pamor bangsa Indonesia
sedang surut karena perlawanan Imam Bonjol dan
Diponegoro thd Belanda telah berakhir.

Aman rasanya kami meluncur di jalan berpemisah (boulevard).
Jalannya mendatar saja sampai kami mengisi bensin di
kota Ibri. Kami membayar 4.7 Omani Riyals untuk 38 liter. Saya bantu hitung:
k.l. Rp 3092.- / liter. Ini lebih murah daripada di Abu Dhabi (k.l. Rp 4112 / liter).
Fuel stations tampak berlogo Shell, Al Maha atau Omanoil
(di Emirat Abu Dhabi semua nya berlogo ADNOC) , cukup /
lumayan ada disepanjang jalan ke Nizwa.
Di Ibri kami mulai sering melihat orang ber kopiah khas Oman yang
putih blirik-blirik hijau muda, coklat muda, biru muda dan hitam muda.
Pria Oman juga ada yang melapis kopiahnya dengan sorban Oman
yang beraneka corak warnanya.
Berbeda dengan sorban orang UAE yang ambles (karena di dalamnya
cuma pakai topi haji), maka sorban Oman tampak lebih tinggi dan
gagah. Orang UAE baru lebih gagah kalau kain penutup kepalanya
diberi gelang / tali hitam (Sorry, term-term Arab nya tidak ingat).
Selepas Ibri jalan menyempit menjadi dua arah.
Kami harus lebih berhati-hati terhadap
kendaraan yang berlawanan arah.

Sejam dari Ibri kami jalan bercabang dua. Tampak papan penunjuk
menuju Salalah (1034 km) untuk jalan yang lurus.
Kami mengambil cabang yang kekiri dan mulai memasuki wilayah bergunung.
Tampak benteng Bahla yang sedang direstorasi dikanan jalan.
Cuaca mendung ketika kami mendekati Nizwa. Temperatur turun ke 38 C.
Wilayah Jabal Al Ahdar dan sekitarnya ini pernah menjadi basis
pemberontakan Imam Mohammed (dan Lasykar Imam) terhadap
Sultan Said bin Timur di Muscat, thn 1954-59. Jabal Al Ahdar War tsb.
baru berakhir setelah benteng2 di Jabrin, Bahla dan Nizwa direbut pasukan
Sultan dengan bantuan tentara dan pesawat Inggeris.
Seorang wanita UAE, tetangga di Abu Dhabi, mengingatkan untuk hati2
dengan (black) magic di Oman, khususnya Nizwa.
Tetapi karena ngomongnya sambil senyum2, saya anggap
tidaklah terlalu serius (walaupun tetap hati-hati juga).

Sekitar jam 4 sore kami memasuki kota Nizwa yg cukup
ramai lalu lintasnya. Setelah tanya-tanya sedikit
akhirnya kami sampai di Golden Tulip Hotel yang berada
k.l. 16 km diluar kota ke arah Birkat Al Mawz / Muscat.

Rashid, yang bersorban Oman, memberi kami kamar
lantai bawah. Esther happy, karena kamar tsb.
berhadapan dengan kolam renang dan ada terasnya
(minimal ada tempat utk 'menyiapkan' makan malam).
Bamby membantu membongkar dan menurunkan
barang-barang dari bagage rack. Kami happy
karena tidak ada yang lepas di jalan.
Nostalgia kumpul dengan Bamby
sangat sukses dan memuaskan,
karena kami sharing satu bed bertiga.
Rupanya kali ini Esther dan Bamby tahan dengan
dengkur saya. Buktinya mereka tidak complaint
dan bisa tidur lelap.

Saya bermimpi naik perahu. Mungkin
gerakan Bamby menggoyang kasur.
Perlu tidur cepat. Besok mau naik ke Saiq plateau di
Jabal Al Ahdar .......
(to be continued)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home