Saturday, October 18, 2008

Kisah dari Salalah: (14) Pantai Mughsail & Blowholes

Sore itu acara dilanjutkan dengan mengunjungi Pantai Mughsail. Dari Salalah mobil meluncur ke arah Barat menyusur pantai samudera Hindia.
Bila diteruskan, jalan ini akan mencapai perbatasan Oman - Yaman. Jarak Salalah ke Mughsail k.l. 35 km. Jarak Salalah ke perbatasan Yaman k.l. 120 km.
Entah sudah berapa puluh kali perbatasan Yaman - Oman itu bergeser-geser, mengikuti pasang surutnya negara-negara di kawasan ini sejak zaman Queen Sheba (Ratu Balqis) atau zaman sebelumnya.
Bagi yang berminat mengetahui riwayat perbatasan dan hubungan Oman - Yaman dalam tiga dasawarsa terakhir, saya menemukan link INI.
Silakan klik, semoga bermanfaat.
Di sisi Barat kota Salalah terlihat hotel Hilton ditepi pantai. Selepas batas kota, kami memasuki pebukitan kecil menjauhi laut, sebelum kembali lagi mendekati pantai.
Dalam 45 menit, pantai Mughsail sudah terlihat dikiri jalan. Untuk membelok ke pantai, kami harus hati-hati dengan high speed trafic yang datang dari hadapan karena jalan masuk ke pantai belum diberi round about atau trafic light.
Fasilitas parkir dan berteduh yang disediakan oleh pemerintah Oman masih sangat sederhana.
Jadi kami mengandalkan kursi dan meja lipat yang kami bawa saja untuk piknik kecil. Itupun tampaknya ok saja bagi kedua anggota kafilah saya.
Udara yang selalu mendung memungkinkan kami bisa tenang-tenang duduk di udara terbuka di siang hari musim panas itu. Meskipun tidak tampak 'cerah', mudah-mudahan foto2 di halaman ini dapat menceriterakan apa yang kami lihat. Khususnya, saya terkesan dengan debur gelombang Samudera Hindia, yang kalau direnung-renung masih 'nyambung' dengan gelombang laut Kidul di Selatan Jawa / Bali.
Gambar2 lebih lengkap dapat dilihat pada bagian Foto.
Melihat ombak yang begitu besar, saya juga terkenang dengan kisah KRI Dewa Ruci melanglang Jagad, yang bukunya ditulis oleh C. Kowas pada tahun 60-an.
Terutama saat kapal layar latih 800 ton tsb. memasuki Bab El Mandeb, celah sempit pintu masuk dari Samudera Hindia ke Laut Merah.
Yang juga menarik adalah wisatawan dewasa dari Oman atau UAE, yang tetap saja memakai
kandura putih dan abaya hitam nya.
Begitu setianya mereka memakai pakaian tradisional itu: dimana pun - sedang berwisata pun.
Sementara batik dan pakaian tradisional di negara lain hanya dipakai di saat hari raya atau acara resmi saja.
Dari pantai Mughsail kami meneruskan perjalanan ke arah perbatasan Yaman untuk memenuhi rasa ingin tahu saja.
Tetapi setelah sampai di tempat yang agak tinggi, kami membatalkan niat, berhubung hari sudah terlalu sore.
Dan menurut buku panduan, jalan akan melalui bagian yang berliku2 dan pos penjagaan militer.
Sementara kami belum sempat mendapatkan informasi tentang perbatasan tsb. dari yang sudah pernah mencobanya.
Ada beberapa teman ex PT Badak NGL - Bontang yang saat ini bekerja di Yemen LNG, Balhaf dan Total - Yemen. Entah apakah suatu saat nanti saya bisa mengunjungi mereka di Yaman.
Kelihatannya ada cukup banyak ulama Indonesia yang belajar di Yaman.
Salah satu diantaranya adalah H.M.H. Al Hamid Al Husaini, penulis buku Ali bin Abi Thalib R.A. - Imamul Muhtadin.
Dari site sekolah Dar Al Mustafa - Tarim, saya baca bahwa Hadramaut adalah nama suatu lembah di Yemen, yang namanya dikaitkan dengan makam Nabi Hud a.s. yang dipercayai berada disana. Ada pendapat lain, bahwa makam Nabi Hud a.s. berada di dekat Jerash - Jordania.
Tetapi lokasi makam yang di Hadramaut - Yaman memang lebih dekat dengan the Lost City of Ubar (kota kaum Aad) k.l. 100 km di sebelah Utara kota Salalah.
Dalam perjalanan kembali, kami singgah di lokasi blowholes (pantai Mughsail Barat), yang banyak disinggahi pengunjung.
Rupanya hempasan ombak yang demikian besar telah membentuk terowongan-terowongan air yang tembus ke permukaan daratan di beberapa tempat.
Disaat gelombang besar menghempas ke pantai, air bisa memancar melalui lubang-lubang tsb. hingga ketinggian 15-20 meter.

(Saya menduga, tentunya ada juga tempat dengan air memancar seperti ini di tanah air)

Yang paling bahagia tentu saja anak-anak. Mereka berkerumun disekitar lubang dimana air memancar dari waktu ke waktu - didahului dengan suara air yang menggemuruh.
Diantara yang kami lihat disitu adalah penjual balon, penjual arum manis, penjual sate, rumah makan dan tentunya kamar kecil. Yang tidak kami lihat adalah tukang parkir, pengemis dan penjual souvenir asongan yang mendorong-dorongkan jualannya.
Hari sudah merembang petang ketika kami kembali menuju Salalah - dengan hasrat masih ingin kembali bersantai-santai lagi di pantai Mughsail.
Tujuan kami di keesokan harinya adalah Khor Rori ancient site di sebelah Timur kota Salalah.
(bersambung)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home